BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan salah satu kunci kesuksesan dengan pendidikan kualitas hidup rakyat
itu dpat di lihat. Perekonomian
Indonesia semakin tak
menentu, Krisis multi dimensional yang terus membelenggu negara kita tak kunjung ada ujungnya,belum nampak
adanya tanda-tanda Bangsa
kita akan terbebas
dari krisis multidimensional ini.
Kehidupan masyarakat semakin menderita. Segala jenis kebutuhan sudah
tak terjangkau lagi
oleh masyarakat miskin.
Kelaparan terjadi di banyak
tempat di Indonesia, masalah kesehatan,
pendidikan juga merupakan
masalah bangsa ynag
belum dapat ditemukan
solusinya. Biaya untuk kesehatan
dan pendidikan semakin mahal. Untuk mejadikan Negara kita sebagai Negara yang
maju, berhasil dibutuhkan generasi penerus yang sehat dan berwawasan luas.
Pendidikan sebagai
salah satu elemen
yang sangat penting
dalam mencetak generasi penerus
bangsa juga masih jauh
dari yang diharapkan. Masalah disana-sini masih sering
terjadi. Namun yang paling
jelas adalah masalah mahalnya
biaya pendidikan sehingga
tidak terjangkau bagi masyarakat dikalangan bawah. Seharusnya
pendiikan merupakan hak seluruh rakyat
Indonesia seperti yang
terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 yang berbunyi salah
satu tujuan Negara
kita adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Ini mempunyai
konsekuensi bahwa Negara harus menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh
rakyat Indonesia untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan yang layak.Maka
tentu saja Negara dalam hal ini Pemerintah harus mengusahakan agar pendidikan dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan faktor kebutuhan
yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah
lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat
Indonesia setiap harinya.
Mahalnya biaya pendidikan
tidak hanya pendidikan di
perguruan tinggi melainkan juga biaya pendidikan di sekolah dasar sampai sekolah menengah keatas
walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat
Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) semuanya masih
belum mencukupi biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan di Indonesia
masih meupakan investasi
yang mahal sehingga diperlukan
perencanaan keuangan serta disiapkan
dana pendidikan sejak dini. Setiap keluarga harus memiliki perencanaan terhadap
keluarganya sehingga dengan adanya perencanaan keuangan sejak awal maka pendidikan yang diberikan
pada anak akan terus sehingga anak tidak akan putus sekolah. Tanggung jawab
orang tua sangatlah berat karena harus membiayai anak sejak dia lahir
sampai ke jenjang
yang lebih tinggi.
Mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini dan
banyak masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu
peduli atau memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya,
sehingga membuat anak putus sekolah, anak tersebut hanya mendapat
pendidikan sampai pada jenjang
sekolah menengah pertama artau sekolah
menengah keatas. Padahal
pemerintah ingin menuntaskan
wajib belajar sembilan tahun.
Jika masalah ini
tidak mendapat perhatian
maka program tersebut tidak
akan terealisasi. Banyak
anak yang putus
sekolah karena orang tua tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.
Yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan Makalah ini adalah:
1. Apa dampak mahalnya biaya pendidikan bagi
masyarakat?
2. Bagaimana cara mengatasi dampak mahalnya
biaya pendidikan?
Tujuan
dari penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai:
1. Dampak mahalnya biaya pendidikan bagi
masyarakat.
BAB II
KONDISI PENDIDIKAN
Anggaran Pendidikan Di Indonesia
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang
sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil
atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
Untuk memenuhi hak warga negara,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Untuk mengejar ketertinggalan dunia
pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan
dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sesuai dengan visi tersebut,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
Anggaran
Pendidikan
Sesuai dengan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah
alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian
negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah,
termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan,
untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Persentase anggaran pendidikan
adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja
negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009
adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi
anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp
1.037.067.338.120.000,00.
Pemenuhan anggaran pendidikan
sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a)
UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13
Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi,
selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus
telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran
sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan.
Selain itu, Pemerintah dan DPR
memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun
Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD
1945.
Hal tersebut harus diwujudkan dengan
sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan
APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai
anggaran pendidikan, yang bertentangan dengan UUD 1945.
Sedangkan pengalokasian anggaran
pendidikan meliputi alokasi yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui
transfer ke daerah. Untuk yang melaui belanja pemerintah pusat dialokasikan
kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas
Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian,
Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen
Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan
Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir
Nasional, Bagian Anggaran 69).
Sementara untuk yang melalui
anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK
Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus
Pendidikan
MUTU
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Kualitas pendidikan di indonesia
saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan
manusia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke 12 dari 12 negara di Asia.
Indonesia memliki daya saing yang rendah dan masih menurut surfai dari lembaga
yang sama indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di Indonesia .
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain:
1. Masalah
efektifitas
2. Efisiensi
3. Standardisasi
Pengajaran.
Hal
tersebut masih menjadi masalah pendidikan di indonesia pada umumnya. Adapun
permasalahan khusus dalam pendidikan dunia yaitu:
1) Rendahnya
Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak
sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap sementara
laboratorium tidk standar pemakaian teknologi informasi tidak memadahi dan
sebagainya. masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,
perustakaan, laboratorium dan sebagainya.
2) Rendahnya
kualitas guru.
Keadaan guru di indoesia sangat
memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tuasnya. Buku itu saja, sebagian guru di indonesia bahkan di
nyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan
tingkatpendidikan guru itu sendiri. Data balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan
dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8 % yang berpendidikan diploma D2-
kependidikan keatas. Selain itu dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 3,8%
yang berpendidikan diploma D3- Kependidikan keatas. Di tingkat sekolah menengah
dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1-Keatas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari
181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2-keatas (3,48% berpendidikan
S3)
3) Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai
peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan indonesia. Idealnya seorang
guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 jta. Sekarang, pendapatan rata-rata
guru PNS perbulan sebesar Rp 1,5 juta. Guru bantu Rp 460 rbu, dan guru honorer
di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu perjam dengan pendapatan seperti itu,
terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mi rebus, pedagang buku atau LKS, Pedaang pulsa ponsel.
4) Rendanya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu(
Rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru) pencapaian
prestasi menjadi tidak memuaskan. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu
menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran hal ni mungkin karena mereka sangat terbiasa mengerjakan
soal pilihan ganda.
5) Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia
dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu
akan menghambat pengembangan sumber day mnusia secara keseluruhan olleh karena
itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengtasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6) Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat
ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan mulai dari TK hingga perguruan
tinggi membuat masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan lain keculi tidak
bersekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah atau gratis.
Pemerintahlah yang sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setaiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi kenyataannya pemerintah jutru ingin berkilah dari
tanggung jawab padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan
pemerintah untuk “cuci tangan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar